Oleh : Bersihar Lubis
Berdiri bulu roma saya membaca sejarah tentang Amir Hamzah. Bayangkan, di usia 17 tahun, saat kelas 1 di AMS Solo ia telah menjadi Ketua Indonesia Muda pada 1927.
Tahun itu juga Bung Karno mendirikan PNI, dan setahun kemudian tercetuslah Sumpah Pemuda 1928. Ternyata dia tak hanya seorang penyair yang menulis kumpulan sajak "Buah Rindu" dan "Nyanyi Sunyi" tetapi juga seorang tokoh pergerakan penting nasional.
Solo kala itu bukan kota yang adem ayem. Intel Belanda, PID bergentayangan mengintai tokoh pergerakan. Pada 1927 saja sekitar 700 tokoh pergerakan ditangkap, dan 48 orang dikirim ke Boven Digul. Memang di Solo juga lah pertama kali Serikat Islam didirikan pada 1912, dan sebagian menjadi SI Merah pada 1919.
Siswa AMS Solo ketika itu terbagi dua. Yang satu gemar berfoya-foya dan dansa dansi, yang kedua golongan yang bersungguh-sungguh memperhatikan nasib banga, baik yang beraliran nasionalis maupun Islam, seperti Jong Islamieten Bond.
Amir Hamzah bahkan menjadi Ketua Kongres Indonesia Muda yang pertama pada Desember 1930. Sayang, kita tak hidup pada zaman itu. Tapi sekedar membayangkan saja, saat Kongres Indonesia Muda itu, hadir antara lain adalah Wilopo, yang kelak menjadi Perdana Menteri. Komisaris Besar Indonesia Muda adalah MK Gani dan Muhamad Yamin. Ada pula Sutan Takdir Alisyahbana, tokoh Jong Sumatra Bond, di mana Amir Hamzah juga menjadi anggotanya.
Amir Hamzah juga aktif ikut diskusi politik yang dipimpin oleh Mr RP Singgih. Siapa gerangan Singgih? Singgih pernah menjadi Sekretaris Budi Utomo yang lahir pada 1908. Dia belajar hukum di negeri Belanda dan menjadi anggota Perhimpunan Indonesia bersama Bung Hatta dan Bung Sjahrir. Sebabai hakim ia pernah bekerja di Pengadilan Ambon dan Surabaya, sebelum akhirnya menjadi pengurus Budi Utomo pada 1928 dan pindah ke Solo dan memimpin studi klub politik.
***
Tamat dari AMS Solo, Amir Hamzah melanjutkan studi ke Sekolah Hakim Tinggi di Jakarta pada 1934. Di sini pun ia tampil sebagai tokoh kerakyatan, dan bukan feodalis. Terbukti ia menjadi guru di Perguruan Rakyat di Kramat Raya, bagian dari Taman Siswa, pelopor pendidikan nasional. Taman Siswa dipimpin Soemanang yang menggantikan Amir Sjarifuddin yang kelak menjadi Perdana Menteri.
***
Amir Hamzah bukanlah anak MTL, alias Melayu Tembak Langsung jika dianalogikan dengan BTL (Batak Tembak Langsung). Berusia lima tahun ia sekolah di Langkatche School di Tanjungpura, Langkat pada 1916. Berubah menjadi HIS pada 1919. Guru-gurunya orang Belanda, sehingga sejak SD (istilah kini) Amir sudah terbiasa berbahasa Belanda.
Tamat HIS pada 1924, ia masuk ke Mulo Medan. Tapi baru di kelas 2, ia minta pindah ke Batavia, Jakarta sekarang dan masuk ke MULO Jakarta dan tamat pada 1927, dan kemudian AMS ke Solo. Sekedar catatan, pelajaran agama Kristen diajarkan di Mulo di Medan dan Jakarta ini, sehingga semakin memperkaya cakrawala pemikiran Amir Hamzah.
***
Saya membayangkan sekiranya ALLAH Swt memberi Amir Hamzah berumur panjang, ia barangkali sangat mungkin menjadi Gubernur Sumatera Utara, dan bahkan menjadi Menteri Kabinet di Jakarta. Melihat latar belakang sejarah perjalanan Amir, dia bukanlah tokoh yang mendadak menjadi pemimpin. Tak heran jika tokoh sejamannya rata-rata menjadi pemimpin republik.
Bahkan saya membayangkan jika anak-anak muda yang dibesarkan di masa Orde Baru, dan di masa ini, perjalanannya hidupnya juga seperti Amir, barangkali para pemimpin kita akan tampil dari kalangan muda. Tidak seperti sekarang yang rata-rata setelah berusia 55 hingga 60-an tahun ke atas.
Kita ingat, Bung Karno menjadi Presiden pada usia 44 tahun, Bung Hatta 43 tahun menjadi Wapres. Bahkan Sjahrir, TB Simatupang dan Burhanuddin Harahap lebih muda lagi menjadi pemimpin bangsa.
Tampaknya historiagrafi macam itu yang hilang dari anak-anak muda masa ini, dan seyogianya menjadi koreksi untuk menapak langkah ke depan.
***
Terbukti dalam usia 35 tahun, Amir Hamzah diangkat Gubernur Sumut Mr T. Moh Hasan menjadi Bupati Langkat yang berkedudukan di Binjai pada 1945, menyusul proklamasi kemerdekaan RI. Meskipun masih bekerja untuk Kerajaan sebagai penghubung dengan Sekutu.
Tetapi siapa menyangka tokoh yang sangat nasionalis ini kemudian tewas terbunuh dalam revolusi social pada 1946. Inilah "masa-masa gelap" perjalanan hidup Amir. Meskipun Sultan Langkat sudah menyatakan dukungan kepada RI dan menyumbang 10.000 gulden untuk perjuangan republik, toh revolusi meletus juga pada 3 Maret 1946. Ratusan, atau mungkin ribuan yang terbunuh di Asahan, Langkat, Labuhanbatu dan lainnya, termasuk 21 orang bangsawan Melayu Langkat, dan di antaranya Amir Hamzah.
Tak heran jika teman Amir, yakni Mensos Maria Ulfah Subadio yang mendamping Mr Amir Syarifuddin ke Medan selepas revolusi itu, bergumam "orang sebaik itu…?"
Saya tak hendak membahas kisah dan masalah ini, karena sudah banyak diurai dalam berbagai buku, dan sudah menjadi pengetahuan public. Misalnya, tentang keragu-raguan Amir Hamzah dalam menghadapi "tekanan" mertuanya, Sultan Langkat, atau pro pergerakan kaum republic.
Namun pelajaran yang ditarik dari revolusi sosial itu, sejenis "amuk massa" dalam bahasa sekarang, kerap sekali berujung dengan fatal.
"Amuk massa" cenderung mematikan pikiran rasional. Maka terjadilah yang terjadi, yang kadang bahkan tak dikehendaki pencetus unjukrasa atau demonstrasi dalam bahasa sekarang.
"Amuk massa" pun sangat mungkin disusupi oleh para provokator yang mempunyai hidden agenda. Saya lebih merekomendasikan demonstrasi melalui pikiran, melalui seminar, panel diskusi atau melalui kolom, wacana, opini atau bahkan surat pembaca di media massa.
Syukurlah, belakangan penyair dan nasionalis yang "terbunuh" itu kemudian telah ditabalkan menjadi "Pahlawan Nasional." Kini terpulang kepada generasi masa ini mengutip teladan dari Amir Hamzah, bertepatan dengan peringatan Sumpah Pemuda 28 Oktober. <b>(***Sumber...)
Minggu, 07 November 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Profile Reporter
SENAM MASSAL NADA FM

TAMAN ADIPURA SUMENEP
Ferry Arbania Dan kawan2 SS FM 100 Surabaya, Sehabis Kunjungan KE Radio Rasika FM Semarang

Lokasi Alun2 Kota Semarang 2009
Suramadu

Jembatan Suramadu Jelang Diresmikan--Susana malam hari di Jembatan Suramadu yang membentang di Selat Madura telah dipenuhi cahaya lampu saat diambil gambarnya dari Pantai Tambbakwedi, Surabaya, Jawa Timur, Selasa (9/6). Jembatan penghubung Pulau Jawa dan Pulau Madura dengan panjang total 5.438 meter tersebut akan diresmikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada hari ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar